Hidup
di era sekarang ini masyarakat dihadapkan pada kondisi kehidupan yang
serba majemuk dalam segala bidang kehidupan. Semua keberanekaragaman ada
dalam bidang politik, sosial, dan budaya. Dalam berpolitik misalnya
adanya perbedaan partai, perbedaan sudut pandang dalam isu-isu nasional,
maupun perbedaan falsafah dan ideologi yang dianut oleh masing-masing
orang meskipun, di Indonesia sendiri sudah ada ideologi pemersatu yakni
pancasila. Sedangkan dalam bidang sosial dan budaya adalah adanya
perbedaan suku, etnik, adat-istiadat, norma, termasuk agama yang
masing-masing dianut oleh warga negara Indonesia.
Kemajuan
teknologi transportasi dan komunikasi dewasa ini semakin mempercepat
arus interaksi antara satu dengan yang lainnya sehingga keberagaman pun
tidak hanya dalam lingkup terbatas disekitar tempat tinggal akan tetapi
juga dalam interaksi dengan orang lain pada media cetak maupun
elektronik yang sekarang ini maju seperti jejaring sosial misal facebook
dan twiter juga email account. Meskipun hanya melalui jejaring sosial,
terkadang bisa timbul kekisruhan, percecokan dan saling lempar hujatan
menjadi hal yang biasa. Seolah-olah di dalam dunia maya etika, toleransi
dan prinsip hidup toleransi menjadi hal yang asing dan tidak berlaku.
Hal-hal
tersebut diatas diperparah dengan adanya isu SARA yang dimanfaatkan
oleh segelintir orang untuk men-teror dan mengambil keuntungan dalam
kekisruhan yang terjadi di masyarakat. Hal ini sangat berbahaya dan
mengancam terbentuknya kebhinekaan yang telah terjalin bertahun-tahun
lamanya bersemayam di tanah air kita tercinta Indonesia. Maka,
hendaknyalah masyarakat mau kembali kepada ideologi pancasila dan
kembali mengenal trilogi kerukunan antar umat beragama. Inilah yang
mampu menjadi solusi untuk meredam konflik yang tengah terjadi dalam
kehidupan berbangsa sekarang ini.
Dalam
setiap jenjang pendidikan, selalu dikenalkan adanya trilogi kerukunan
umat beragama yang harus dijunjung oleh masing-masing warga negara
Indonesia guna terbentuknya kerukunan, kedamaian, dan terciptanya
stabilitas nasional. Trilogi kerukunan umat beragama itu antara lain
adalah:
1. Kerukunan intern umat beragama.
2. Kerukunan antar umat beragama.
3. Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah.
Hal-hal
tersebut diataslah yang menjadi nilai-nilai yang bisa diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari sehingga tercipta kehidupan bermasyarakat yang
madani, aman dan sejahtera.
Kerukunan
intern umat beragama berarti adanya kesepahaman dan kesatuan untuk
melakukan amalan dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati adanya
perbedaan yang masih bisa ditolerir. Misal dalam islam ada NU,
Muhammadiyah, dsb. Dalam protestan ada GBI, Pantekosta dsb. Dalam
katolik ada Roma dan ortodoks. Hendaknya dalam intern masing-masing
agama tercipta suatu kerukunan dan kebersatuan dalam masing-masing
agama.
Kemudian,
kerukunan antar umat beragama adalah menciptakan persatuan antar agama
agar tidak terjadi saling merendahkan dan menganggap agama yang
dianutnya paling baik. Ini perlu dilakukan untuk menghindari
terbentuknya fanatisme ekstrim yang membahayakan keamanan, dan
ketertiban umum. Bentuk nyata yang bisa dilakukan adalah dengan adanya
dialog antar umat beragama yang didalamnya bukan membahas perbedaan,
akan tetapi memperbincangkan kerukunan, dan perdamaian hidup dalam
bermasyarakat. Intinya adalah bahwa masing-masing agama mengajarkan
untuk hidup dalam kedamaian dan ketentraman.
Terakhir
adalah kerukunan umat beragama dengan pemerintah, maksudnya adalah
dalam hidup beragama, masyarakat tidak lepas dari adanya aturan
pemerintah setempat yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat.
Masyarakat tidak boleh hanya mentaati aturan dalam agamanya
masing-masing, akan tetapi juga harus mentaati hukum yang berlaku di
negara Indonesia. Bahwasanya Indonesia itu bukan negara agama tetapi
adalah negara bagi orang yang beragama.
Tentunya,
hal-hal diatas juga bisa diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara yang di dalamnya terdapat beraneka macam suku, agama, ras dan
budaya yang berbeda satu sama lainnya.